Berita Terbaru

Subscribe

Subscribe

Subscribe

Subscribe

Subscribe

Subscribe

Link Banner
Tribrata News Jambi
Tweet oleh @polda_jambi

LEGALITAS PENYIDIK DAN PENYIDIK PEMBANTU POLRI DALAM PERSPEKTIF PP NO. 58 THN 2010 TENTANG PERUBAHAN PELAKSANAAN KUHAP

LEGALITAS PENYIDIK DAN PENYIDIK PEMBANTU POLRI DALAM PERSPEKTIF PP NO. 58 THN 2010 TENTANG PERUBAHAN PELAKSANAAN KUHAP

A. Latar Belakang
Kewenangan yang diberikan undang-undang kepada Kepolisian cukup besar yaitu salah satunya adalah kewenangan Penyidikan yang diberikan kepada Penyidik dan Penyidik Pembantu Polri dalam menangani perkara tindak pidana umum (Lex Generalis) maupun tindak pidana khusus (Lex Spesialis), Penyidik mempunyai peranan penting dan merupakan ujung tombak dalam proses penegakan hukum pidana. Kinerja penyidik berpengaruh besar dalam proses penanganan perkara pidana, dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa ada dua pejabat yang berkedudukan sebagai penyidik, yaitu “Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan” dan pada Pasal 1 angka 3 KUHAP dikatakan bahwa “Penyidik Pembantu adalah Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang ini” dan kewenangan Penyidikan tersebut tertuang dalam Pasal 7 KUHAP, sementara tujuan dari Penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik dan Penyidik Pembantu tersebut bertujuan untuk memelihara keamanan dan ketertiban di dalam masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan Pasal 13 UU No 2 Tahun 2002 ttg Kepolisian RI, dan berdasarkan Peraturan Kapolri No 1 Tahun 2012 tentang Rekruitmen dan Seleksi Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, penegakan hukum Penyidikan Tindak Pidana membutuhkan Penyidik dan Penyidik Pembantu yang profesional dan proporsional serta berintegritas tinggi oleh karena itu diharapkan dalam proses rekruitmen dan seleksi Penyidik dan Penyidik Pembantu sudah seharusnya dilakukan secara bersih, transparan, akuntabel dan humanis serta dilaksanakan pendidikan pengembangan spesialisasi sehingga Penyidik dan Penyidik Pembantu memiliki standardisasi dan stratifikasi dengan metode rekruitmen yang dinamakan assesment. Dan terkait dengan rekruitmen melalui sistem assesment tersebut saat ini sudah sesuai dengan Kebijakan Kapolda Jambi Brigjen Pol. Drs. Lutfi Lubihanto, M.M. melalui Program Rekruitmen “Semua Bisa” sehingga dengan proses seleksi assesment nantinya dapat menghasilkan pemimpin – pemimpin maupun personil Polri yang handal, humanis, profesional, proporsional serta berintegritas tinggi. Namun timbul pertanyaan apakah pelaksanaan assesment yang terkait dengan jabatan Penyidik seperti Para Kasubdit, Kasat, Kapolsek, Kanit, Panit yang membidangi fungsi Penyidikan baik yang ada di Fungsi Reskrimum, Reskrimsus, Resnarkoba, Lalu lintas maupun Pol Air sudah mengacu kepada PP No 58 tahun 2010 tentang Perubahan Pelaksanaan KUHAP dan Perkap No 1 Tahun 2012 tentang Rekruitmen dan Seleksi Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia karena masih ditemukan proses assesment jabatan Penyidik (Kasat Narkoba, Kasat Lantas dan Kapolsek) yang baru-baru ini dilaksanakan masih ditemukan beberapa peserta yang belum memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam PP No 58 tahun 2010 tentang Perubahan Pelaksanaan KUHAP dan Perkap No 1 Tahun 2012 tentang Rekruitmen dan Seleksi Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia terutama syarat tentang Ijazah paling rendah Strata 1 (S1) terakreditasi dan diutamakan berijazah Sarjana Hukum (SH).

B. Legalitas Penyidik dan Penyidik Pembantu dalam melakukan Penyidikan suatu Perkara Pidana.

Pengaturan lebih lanjut mengenai penyidik sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana namun dalam perkembangannya sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan belum dapat sepenuhnya berperan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Perubahan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dilakukan dengan tujuan agar dapat meningkatkan kinerja dan profesionalitas penyidik dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenangnya, yaitu salah satunya dengan meningkatkan persyaratan untuk dapat diangkat menjadi penyidik seperti pendidikan paling rendah, pangkat/golongan, dan bertugas di bidang teknis operasional penegakan hukum. dan bila dilihat dari Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2010 tentang perubahan atas peraturan pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, pada pasal 2A Ayat 1 berbunyi :“Untuk dapat diangkat sebagai Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, calon harus memenuhi persyaratan :

a. Berpangkat paling rendah Inspektur Polisi Dua dan berpendidikan paling rendah Sarjana strata satu (S1) atau setara;
b. Bertugas dibidang fungsi penyidikan paling singkat 2 (dua) tahun;
c. Mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan spesialisasi fungsi reserse kriminal;
d. Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter;dan
e. Memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi.

Sama halnya dalam Pasal 10 Perkap No 1 Tahun 2012 tentang Rekruitmen dan Seleksi Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, untuk dapat mengikuti rekruitmen penyidik dan menjabat sebagai Penyidik haruslah memiliki syarat sebagai berikut :

1. Berpangkat paling rendah Inspektur Polisi Dua (Ipda);
2. Berijazah paling rendah Strata 1 (S1) terakreditasi dan diutamakan berijazah Sarjana Hukum (SH);
3. Memiliki minat dibidang penyidikan disertai dengan surat pernyataan;
4. Mampu mengoperasikan komputer yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Kasatker/Kasatfung atau dari lembaga kursus;
5. Telah mendapatkan rekomendasi dari satker yang bersangkutan untuk mengikuti seleksi disertai dengan daftar penilaian kinerja;
6. Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Dokter Polri;dan
7. Tidak bermasalah baik pidana/pelanggaran yang dibuktikan dengan surat keterangan hasil penelitian (SKHP).

Bila kita lihat Pasal 2A Ayat 1 huruf a PP No. 58 Tahun 2010 dan Pasal 10 huruf a Perkap No. 1 Tahun 2012 dikatakan bahwa Penyidik harus berpangkat paling rendah Inspektur Polisi Dua sehingga secara otomatis pangkat Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) dan Ajun Inspektur Polisi Satu (Aiptu) tidak dapat dikategorikan lagi sebagai Penyidik melainkan sebagai Penyidik Pembantu dan berdasarkan Pasal 2A Ayat 1 huruf a PP No. 58 Tahun 2010 juga dikatakan bahwa Penyidik berpendidikan paling rendah Sarjana Strata Satu (S1) atau setara sementara di Pasal 10 huruf a Perkap No. 1 Tahun 2012 secara eksplisit dikatakan bahwa penyidik haruslah berijazah paling rendah Sarjana Strata Satu (S1) terakreditasi dan diutamakan berijazah Sarjana Hukum (SH), Namun pengertian diutamakan berijazah Sarjana Hukum tersebut bukanlah harus atau wajib berijazah Sarjana Hukum tetapi syarat Penyidik diprioritaskan yang berijazah Sarjana Hukum namun jika tidak ada maka dapat mengangkat Penyidik lain yang berijazah Sarjana Strata Satu (S1) lain yang setara dan untuk dapat diangkat sebagai Penyidik, calon Penyidik juga wajib mengikuti serta lulus Pendidikan Pengembangan Spesialisasi (Dikbangspes) fungsi reserse kriminal yang biasa kita laksanakan di Bumi Kandung Reserse Kriminal yaitu di Pusat Pendidikan Reserse Kriminal (Pusdik Reskrim) Megamendung Bogor Jawa Barat serta minimal 2 tahun telah bertugas dalam bidang penyidikan, sehat jasmani maupun rohani, memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi.

Sementara dalam Pasal 3 Ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2010 mengatakan bahwa Penyidik Pembantu adalah Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan calon Penyidik Pembantu harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Berpangkat paling rendah Brigadir Polisi Dua;
b. Mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan spesialisasi fungsi reserse kriminal;
c. Bertugas dibidang fungsi penyidikan paling singkat 2 (dua) tahun;
d. Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter;dan
e. Memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi.

Terkait dengan Penyidik Pembantu dalam hal ini belum diwajibkan berpendidikan paling rendah Sarjana Strata Satu (S1) atau setara namun syaratnya hanya berpangkat Bintara (Bripda s/d Aiptu), mengikuti dan lulus Dikbangspes fungsi reskrim serta minimal 2 tahun telah bertugas dalam bidang penyidikan, sehat jasmani maupun rohani, memiliki kemampuan dan berintegritas moral yang tinggi.

Dalam pasal II Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2010 dikatakan bahwa “Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan” sehingga Peraturan Pemerintah tersebut sebenarnya sudah berlaku sejak ditetapkan dan diundangkan yaitu pada tanggal 28 Juli 2010 namun terdapat pengecualian terhadap pasal 2B dan 2C sesuai dengan pasal 39A yang berbunyi “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2B dan 2C berlaku untuk waktu 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan” yaitu tanggal 28 Juli 2015, yang mana pasal 2B dan 2C berbunyi :

Pasal 2B : “Dalam hal pada suatu satuan kerja tidak ada Inspektur Dua Polisi (Ipda) yang berpendidikan paling rendah Sarjana Strata Satu atau setara, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditunjuk dapat menunjuk Inspektur Dua Polisi (Ipda) lain sebagai Penyidik”.

Pasal 2C : “Dalam hal pada suatu sektor Kepolisian tidak ada Penyidik yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2A ayat (1), Kepala Sektor Kepolisian yang berpangkat bintara di bawah Inspektur Dua Polisi (Ipda) karena jabatannya adalah Penyidik”.

Pengertian pasal tersebut diatas adalah sejak diberlakukannnya Peraturan Pemerintah tersebut, Pasal 2B menjelaskan bahwa jika dalam satuan kerja fungsi penyidikan tidak ada Perwira yang berpendidikan paling rendah Sarjana S1 maka dapat diangkat perwira lain yang belum berpendidikan paling rendah Sarjana S1 (Perwira dengan Pendidikan Umum SMA) dan dalam Pasal 2C dikatakan jika dalam suatu Sektor Kepolisian (Polsek) belum ada Perwira/Penyidik yang memenuhi persyaratan sesuai dengan Pasal 2A ayat (1) yaitu berpangkat paling rendah Ipda dan berijazah S1 dst.., maka Kapolsek maupun Kanit Reskrim dapat diangkat seorang personil berpangkat Bintara di bawah Ipda yaitu Ajun Inspektur Polisi Satu (Aiptu) atau Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) karena jabatannya (Kapolsek maupun Kanit Reskrim) adalah Penyidik.Namun Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2B dan 2C tersebut diatas hanya berlaku untuk waktu 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan (28 Juli 2010 s/d 28 Juli 2015) sesuai dengan Pasal 39A sehingga setelah tanggal 28 Juli 2015 (saat ini) pasal 2B dan Pasal 2C tersebut tidak berlaku lagi dan yang berlaku adalah Pasal 2A, karena sesuai dengan Pasal 37A mengatakan bahwa “Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku (pada tanggal 28 Juli 2010) :

“Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2A Ayat (1) huruf a, wajib menyesuaikan dalam waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak peraturan pemerintah ini diundangkan”.

Sehingga sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah ini pada tanggal 28 Juli 2010 sudah seharusnya Perwira yang menjabat sebagai Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia mengikuti pendidikan/kuliah Sarjana Strata Satu (S1) pada Perguruan Tinggi yang terakreditasi dan diutamakan program studi/jurusan Ilmu Hukum, karena dalam Peraturan Pemerintah ini telah diberikan kesempatan waktu selama 5 (lima) tahun dan waktu 5 (lima) tahun dianggap cukup untuk menyelesaikan pendidikan/kuliah Sarjana Strata Satu (S1), permasalahannya adalah sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah ini, apakah seluruh Perwira yang menjabat sebagai Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia terutama di Jajaran Polda Jambi pernah mengetahui dan mendapatkan sosialisasi tentang Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2010 tersebut ? sehingga Perwira yang menjabat sebagai Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang belum memenuhi syarat formil dapat segera mengikuti pendidikan/kuliah Strata Satu (S1) pada Perguruan Tinggi yang ada di Provinsi Jambi sehingga setelah 5 (lima) tahun, Perwira yang menjabat sebagai Penyidik tersebut sudah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2A Ayat (1) huruf a, dan jika Perwira yang menjabat sebagai Penyidik sudah mengetahui dan mendapatkan sosialisasi tentang Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2010 tersebut permasalahan berikutnya adalah apakah Perwira yang menjabat sebagai Penyidik memiliki kesempatan dalam mengikuti pendidikan/kuliah pada Perguruan Tinggi yang ada mengingat waktu yang terbatas dikarenakan kesibukan Dinas dan keluarga, Biaya Kuliah yang cukup besar dan jarak tempuh yang sangat jauh dikarenakan belum semuanya daerah Kabupaten yang memiliki Perguruan Tinggi bagi Perwira yang menjabat sebagai Penyidik yang ada di Polres dan Polsek Jajaran serta masih banyak faktor-faktor lainnya yang menghambat dalam mengikuti pendidikan/kuliah Strata Satu (S1).

C. Akibat hukum terhadap Penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik dan Penyidik Pembantu yang tidak memenuhi syarat formil.

Kita semua tahu sejak dimenangkannya gugatan praperadilan Komjen Pol Drs. Budi Gunawan, S.H., M.Si., Ph.D atas penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan oleh Hakim H. Sarpin Rizaldi, S.H. yang merupakan Hakim Tunggal dalam gugatan Praperadilan tersebut, Hakim H. Sarpin Rizaldi, S.H. telah melakukan terobosan hukum melalui penemuan hukum (Rechtvinding) yang biasa disebut Sarpin Effect, dan sejak saat itu telah terjadi Pergeseran hukum sehingga kita selaku Penegak Hukum dalam hal Penyidikan harus mengikuti perkembangan hukum tersebut dan dari berbagai dalil-dalil gugatan praperadilan yang dilakukan atau diajukan oleh seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka salah satunya adalah terkait dengan legalitas Penyidik (memenuhi syarat PP 58 thn 2010) salah satu contoh gugatan praperadilan yang dilakukan oleh Hadi Purnomo Mantan Ketua BPK RI dalam dalil praperadilannya mempertanyakan keabsahan dua penyidik KPK yaitu Ambarita Damanik dan Yudi Kristiana yang menurut Hadi Purnomo bertentangan dengan hukum. Penunjukan Ambarita Damanik dan Yudi Kristiana sebagai penyidik dalam kasus korupsi gugatan keberatan wajib pajak

PT BCA Tbk yang menyeret nama Hadi Purnomo dianggap tidak sah dan menyalahi Pasal 45 Ayat 1 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK karena UU tersebut mensyaratkan bahwa penyidik KPK merupakan penyidik kepolisian yang berhenti sementara. Sedangkan Ambarita Damanik telah berhenti secara tetap dari Kepolisian RI dan sementara Yudi Kristiana tidak pernah menjadi pejabat polisi dan dianggap tidak berwenang melakukan penyidikan perkara tertentu karena kewenangannya hanya terbatas sebagai jaksa penuntut umum sesuai dengan ketentuan Pasal 30 Ayat 1 huruf d UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Kedua penyidik KPK tersebut tidak diangkat sesuai dengan ketentuan UU dan Peraturan Pemerintah, sehingga Hadi Poernomo menilai penyidikan yang dilakukan padanya tidak sah dan tidak berdasar hukum dan gugatan praperadilan Hadi Purnomo tersebut dikabulkan oleh Hakim Tunggal Haswandi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK dianggap tidak sah. 

Belajar dari pengalaman tersebut diatas, sudah seharusnya Kepolisian Negara Republik Indonesia khususnya Polda Jambi dan jajaran menempatkan Penyidik maupun Penyidik Pembantu yang memenuhi syarat formil sesuai dengan Pasal 2A Ayat 1 dan Pasal 3 Ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2010, karena penyidikan serta proses upaya paksa seperti : penetapan tersangka, penangkapan dan penahanan, penyitaan dan penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik maupun Penyidik Pembantu yang tidak memenuhi syarat formil, akibat hukum yang akan timbul adalah berpotensi digugat praperadilan oleh tersangka/pihak-pihak tertentu karena proses penyidikan tersebut dianggap cacat hukum dan tidak sah (vide Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor : 21/PUU-XII/2014).Penyidik/Penyidik Pembantu yang dapat dikategorikan telah memenuhi syarat formil sesuai dengan Pasal 2A Ayat 1 dan Pasal 3 Ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2010 adalah :

a. Penyidik berpangkat paling rendah IPDA dan berpendidikan Minimal S1 dengan melampirkan Skep Pangkat terakhir dan Ijazah S1;
b. Penyidik Pembantu berpangkat paling rendah Brigadir Polisi Dua (Bripda s/d Aiptu) melampirkan Skep pangkat terakhir;
c. Penyidik/Penyidik Pembantu bertugas dibidang fungsi penyidikan paling singkat 2 (dua) tahun dibuktikan dari Skep Mutasi ke Fungsi Penyidikan (Reskrimum, Reskrimsus, Resnarkoba, Pol Air, Lalu lintas);
d. Mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan spesialisasi fungsi reserse kriminal/Dikbangspes yang biasa dilakukan di Pusdik Reskrim dibuktikan dengan Sertifikat Dikbangspes;
e. Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter;dan
f. Memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi dengan adanya rekomendasi dari Pimpinan yang bersangkutan.

Setelah calon Penyidik/Penyidik Pembantu memenuhi syarat tersebut diatas, maka kepada yang bersangkutan berhak diberikan Surat Keputusan tentang Penunjukan Penyidik/Penyidik Pembantu (Skep Penyidik/Penyidik Pembantu), sehingga setiap proses penyidikan yang dilakukan tidak dinyatakan cacat hukum dan di anggap sah sehingga dapat terhindar dari gugatan praperadilan dari pihak-pihak terkait.

Catatan : Jika ada saran, masukan dan kritik yang ingin di diskusikan dapat melalui Email Penulis : [email protected] / Phone 08127443449
BRIGADIR H. SIRAIT, S.H., M.H. BA SUBDIT III TIPIDKOR DITRESKRIMSUS POLDA JAMBI

Post Comment